Banner Top

(Jakarta – haltebus.com) Pagi sudah ada di ujung waktu. Jarum jam sudah menunjuk angka 10.30. Sebentar lagi siang. Zahadi (51) dibantu dua kru lainnya, mulai berbenah. Bus keluaran tahun 1973 milik PPD yang biasa menjadi ‘tunggangannya’ sudah siap meluncur. “Ada bus yang butuh bantuan di daerah sekitar Blok M,” kata dia kepada haltebus.com di Depo E PPD Klender pekan lalu.

Usia Zahadi dan busnya hanya terpaut 13 tahun saja. Namun, dia mengaku baru mendapat kepercayaan untuk merawat bus yang dibuat oleh PT Gajah Motor yang dikenal dengan model Superior Coach itu 23 tahun silam, tahun 1988. “Yang saya ingat anak saya masih berumur dua tahun saat itu, sekarang dia sudah 25 tahun,” kata dia dengan mimik serius.

Zahadi mengaku, meski bus bernomor bodi 771 ini tergolong uzur, dari sisi teknis masih bisa beroperasi dengan baik. Ditilik dari penampilannya, sekilas bus ini jauh dari bus yang terawat. Dengan bodi yang terlihat penyok di beberapa sisi, bodi tak up to date juga tak menarik bagi sebagian masyarakat.

Namun siapa sangka, salah satu saksi sejarah perkembangan bus kota di Jakarta ini masih diandalkan. Sehari-hari ini bertugas sebagai bus penolong atau yang sering dikenal sebagai bus storing. Jika ada bus-bus PPD yang mogok di tengah jalan saat beroperasi, maka bus ini yang datang. Jika tidak bisa diperbaiki di tempat, sang ‘Superior ‘ menariknya ke Depo E.

Wajar, jika Zahadi sedikit berbangga. “Bus ini gak pernah merong-rong,” begitu dia mengistilahkan.

Untuk membuktikan ucapannya, hari itu dia bersedia memperlihatkan busnya kepada haltebus.com. Saat kap mesin terbuka, ada hal yang cukup mengejutkan. Blok mesin terlihat bersih. Oli yang biasanya kerap kita temui di bus-bus uzur tak terawat nyaris tak telihat di bagian ini. Blok mesin masih terlihat asli. Gear box juga masih asli. Satu-satunya perubahan di bagian yang terkait mesin adalah power steering. Ya, Zahadi memodifikasi busnya dengan power steering agar mudah bermanuver. “Ini selalu dirawat. Kalau kotor saya bersihkan. Kadang chasisnya juga kami semprot steam,” ujar Zahadi.

Perubahan hanya terlihat di interior bus. Kursi-kursi fiberglass yang menjadi cikir khas bus saat itu hanya tersisa beberapa buah saja. Maklum, berbagai peralatan dan kebutuhan sebagai bus penolong membutuhkan ruang. Tengok saja, di dalam bus ada satu ban serep, jeriken bahan bakar solar, lemari kotak peralatan, tak ketinggalan kursi panjang hasil modifikasi sebagai tempat beristirahat. Langit-langit bus, masih terlihat asli.

Di bagian depan, Zahadi merombak kaca. Bus yang menjadi rumah keduanya ini diubah tampilannya dengan mengganti kaca orisinal dengan kaca milik bus tingkat Leyland. Konsekuensinya, bagian atas ‘wajah’ bus jadi terlihat menonjol sebab lebarnya kaca bus tingkat mengharuskan Zahadi memundurkan bagian atas. "Waktu itu kacanya pecah, biar aman saya ganti dengan kaca Leyland yang sudah tempered. Jadi kalo ada apa-apa gak langsung pecah seperti sebelumnya," kata dia.

Satu lagi yang cukup dibanggakan Zahadi. Bus ini selalu menjadi bus penolong, jika PPD menerjunkan bus-busnya sebagai bus bantuan angkutan lebaran. Itu artinya, sebagai bus penolong, bus bernomor bodi 771 ini harus selalu siap di beberapa titik jalur angkutan lebaran. Entah itu di seputar tanjakan Nagrek di Bandung, tanjakan Alas Roban di Batang, atau Purworejo. “Saya pernah menarik bus yang mengalami pecah blok mesinnya dari Pekalongan ke Jakarta. Berangkat setelah Jumatan, sampai Jakarta pas Subuh hari Sabtu,” katanya mengenang kejadian di awal 2000-an.

Sebagai bus penolong, sudah menjadi keharusan, lebih siap dan lebih ‘sehat’ dari yang ditolong. Dan yang terpenting, bus selalu siap jika dibutuhkan. Tanpa bermaksud sesumbar, Zahadi berkata, “Sekarang ke Bandung pun sanggup.” Meski kita mengetahui, untuk menuju Bandung, setiap kendaraan pasti akan melalui jalan yang menanjak dengan karakteristik tanjakan panjang.

Tak hanya Zahadi yang merasa bangga bisa merawat bus itu. Corporate Secretary PPD, Pande Putu Yasa menyatakan, bus Superior Coach adalah bagian dari sejarah Jakarta dan PPD. Bus ini, kata dia, tak hanya menjadi bus penolong tetapi juga maskot PPD.
 
Menurut Putu, bus Mercedes-Benz masuk ke Indonesia di saat pemerintah sedang menata angkutan massal di tahun 1971-an. Kala itu, pemerintah mendapat bantuan pemerintah AS dan Jerman untuk meremajakan angkutan massal. Peremajaan ini, kata dia, adalah yang pertama kali dilakukan pemerintah. Sebelumnya pemerintah mendapat bantuan bus Dodge di tahun 1960-an.

PPD mendapat 500 unit bus model Superior Coach periode 1970an. Dia menjelaskan, dua unit bus Superior Coach yang saat ini masih dioperasikan PPD adalah bus yang masih tersisa. "Bantuan terakhir dari pemerintah kepada PPD adalah 100 unit bus Superior Coach bertransmisi otomatis. Dulu kami tempatkan di Depo B Cililitan dan Depo A Cipete," katanya.(mai/foto-foto: mai)

Banner Content