(Jakarta – haltebus.com) Laba-laba bagi sebagian orang bisa menjadi binatang yang menakutkan dan mendatangkan phobia berlebihan. Kenyaaan ini tak berlaku bagi V. Hantoro, pria kelahiran Imogiri yang mengaku mencintai filosofi laba-laba dalam budaya Jawa. “Laba-laba itu bahasa jawanya onggo-onggo. Dulu waktu saya kecil orang tua saya berpesan, ojo dipateni le, disingkirno wae, mengko ndak rejekine ilang (jangan dibunuh nak, disingkirkan saja nanti rejeki kita hilang),” ujar pemilik PO. GeGe Transport ini saat ditemui haltebus.com di kantornya, Imogiri, Bantul, Yogyakarta, Kamis (21/1/16).
Hantoro melabeli usaha busnya dengan nama GeGe Transport pun diambil dari kata onggo-onggo. Perusahaan yang menaungi label ini juga menggambarkan cita-citanya, yakni PT. Gelis-Gede Maju Mandri. Filosofi laba-laba sangat mempengaruhi pria yang berlatar pendidikan arsitektur itu untuk membangun bisnisnya. Setidaknya ada dua hal yang menjadi prinsip hidup laba-laba yang dipegang teguh Hantoro, membangun rumah dari satu tempat ke tempat lain dan cara membangunnya seperti membuat jaring.
Falsafah itu dimaknai Hantoro sebagai kemandirian laba-laba yang kerap hidup soliter dan ketekunan dalam membuat jaring yang kuat dan luas untuk penopang rumah/tempat hidupnya. Profesi ayah seorang putri ini sebelum terjun ke bisnis transportasi bus juga tak jauh dari prinsip laba-laba, yakni Arsitek. “Saya membangun dan merancang rumah untuk orang lain. Nah ketika saya meneruskan usaha orang tua yang dulu juga terjun di dunia transportasi, saya tekuni satu per satu jalan yang harus saya lakoni (jalani),” kata sarjana Arsitektur lulusan Universitas Atmajaya Yogyakarta yang murah senyum.
Tidak mudah untuk Hantoro merintis bisnis di tahun 2004. Bermodalkan satu unit bus Mercedes-Benz MB-800, kini armadanya berkembang menjadi 32 unit bus dalam kurun lebih dari satu dekade. “Sementara ini jumlah yang menurut saya ideal untuk bisa saya kelola 32 unit, saya selalu melihat situasi dan memperhitungkan dengan cermat operasional bus kami agar tetap bisa terus beroperasi,” ujar pria kelahiran 42 tahun lalu.Hantoro mengingat kembali saat awal mulai merintis usaha transportasi bus tidaklah mudah. Besarnya modal yang diperlukan harus dia imbangi dengan kecermatan mengelola operasional bus sehari-hari. Salah sedikit saja, maka dampaknya sangat signifikan. Kuncinya, kata dia, ada pada hubungan antara dia dan kru bus di lapangan. Wajar, mengingat GeGe Transport fokus di bus pariwisata, dimana pelayanan menjadi modal utama agar pelanggan tetap setia menyewa bus-bus mereka.
Jaring yang kuat dia jalin mulai dari internal perusahaan hingga keluar dalam hubungan dengan mitra kerja. Untuk urusan operasional bus, prinsip sederhana dia terapkan. Setiap karyawan memiliki rejeki masing-masing yang dinilai dari seberapa rajin mereka bekerja. Fokus utamanya adalah bagaimana armada GeGe Transport bisa terus beroperasi tanpa henti agar roda keuangan perusahaan juga bisa terus berputar. “Dengan begitu siapa yang bisa mendapatkan order ada insentifnya untuk mereka yang mendapatkan ordernya. Sebagai pimpinan saya tetap mengontrol agar suasana kerja tetap kompetitif dengan cara yang sehat,” ujar Hantoro sedikit membuka dapurnya.Sistem kerja yang dibangun Hantoro dibuktikan seiring dengan berjalannya waktu. Satu per satu kepercayaan mitra kerja mulai terbangun. Kelancaran operasional bus berdampak pada kredibilitas GeGe Transport di mata mitra kerja. Peremajaan pun dengan mudah dilakukan karena kepercayaan pemberi pinjaman, dealer dan karoseri sebagai pendukung utama permodalan. Tahun 2015 akhir GeGe Transport meremajakan armadanya dan menggantinya dengan sepuluh unit bus dengan model terbaru. Proses peremajaan yang ditargetkan Hantoro juga tergolong singkat, “Setiap bus yang sudah berumur tiga tahun biasanya saya mulai tawarkan.”
Alhasil, meski tak tergolong sebagai perusahaan besar, GeGe Transport menunjukkan kelasnya sebagai perusahaan jasa transportasi bus yang diperhitungkan di Yogyakarta. Salah satunya bentuknya adalah kepercayaan anggota Organda yang mendukung Hantoro sebagai Ketua DPD Organda Daerah Istimewa Yogyakarta yang membidangi bus pariwisata.Dalam kamus Hantoro, apapun yang dilakukan dengan senang, ditekuni dan dijalani dengan sungguh-sungguh bisa mendatangkan kebaikan untuk banyak orang. Meski perusahaan yang dipimpinnya tergolong mencari keuntungan, tetapi Hantoro merasa senang bisa menghidupi warga di sekitar kantor yang merangkap garasinya. Setelah 11 tahun berdiri lebih dari 30 persen pegawainya warga setempat. “Saya sengaja memilih garasi dan kantor di sini, selain saya lahir di sini juga supaya perekonomian warga di lingkungan ini bisa ikut terdorong,” kata Hantoro menutup percakapan. (naskah : mai/foto : mai)